Jakarta - Bila para anggota DPR masih 'senewen' dengan rencana Pemerintah membangun jalur kereta api cepat Jakarta - Bandung, maka para anggota DPD sudah mendapat penjelasan dari Pemerintah yang diwakili Menteri BUMN Rini Soemarno.
Seperti diungkapkan Anggota DPD Haripinto Tanuwidjaja, pihaknya sudah mengundang Pemerintah dalam rapat paripurna khusus mempertanyakan rencana pembangunan itu.
"Dari proses itu kita tahu bahwa banyak yang minta studi ulang, ada yang minta ditunda bahkan dibatalkan. Ada yang bilang Jepang marah kalau dilanjutkan. Soal Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) belum beres, jalur kereta melewati perkebunan dan markas tentara, lalu daerah lahan longsor," kata Haripinto, anggota DPD RI dari Kepulauan Riau, Senin (1/2).
Secara pribadi, Haripinto mengaku mendukung rencana pemerintah itu, karena berdasarkan pengalamannya, Indonesia kerap menyesal di belakang hari atas pembangunan yang seharusnya sudah dilaksanakan sejak dahulu.
"Jangan kita kayak Jakarta 25 tahun lalu, mau bikin MRT, eh maju mundur maju mundur, akhirnya tak jadi. Akhirnya sudah terlalu parah macetnya jalanan. Coba kalau 25 tahun lalu dibangun, kan sekarang sudah bagus," kata Haripinto.
Menurut dia, pembangunan jalur kereta cepat itu layak dilakukan karena bisa mempercepat waktu perjalanan dari Jakarta ke Bandung yang saat ini rata-rata empat jam, menjadi setengah jam saja.
"Katanya sekarang ada tol, pesawat, kereta api biasa. Tapi bagaimanapun, selama ini, ke Bandung rata-rata 4 jam naik moda apapun," imbuhnya.
Kenapa bukan di wilayah lain?
Di hadapan DPD, menteri BUMN menurut Haripinto menjelaskan bahwa pembangunan jalur kereta itu dilakukan dengan Tiongkok karena tak memakai dana APBN serta tanpa jaminan Pemerintah.
Hal itu juga menjawab alasan kenapa proposal Jepang tak bisa diterima karena mensyaratkan jaminan Pemerintah.
"Itu juga menjelaskan kenapa tak dibangun di luar Jakarta-Bandung. Kalau dibangun di Kalimantan atau Sulawesi, misalnya, tak ada swasta nasional atau asing yang bersedia melakukan. Karena tak feasible secara ekonomis. Jakarta-Bandung menguntungkan secara ekonomis, makanya berani dibiayai tanpa jaminan Pemerintah," jelasnya.
"Nah, untuk pembangunan infrastruktur di luar Jakarta-Bandung, itu memakai APBN."
Sejumlah anggota DPD RI sempat menyatakan bahwa kota Bandung akan makin macet kalau dibangun jalur kereta itu. Namun, di dalam paripurna itu, dijelaskan juga bahwa stasiun kereta cepat akan dibangun di Kabupaten Bandung. Untuk mencapai Kota Bandung, akan dibangun Light Rail Transit, sehingga ketakutan akan macet juga teratasi.
"Tambahannya, dampaknya pasti Jabar akan menjadi berkembang," imbuhnya.
Politisi PDI-P Sesalkan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Komisi VI Panggil Rini Soemarno, DPR Melarang
Seharusnya sudah sejak dulu
Bagi Haripinto, kasus kereta cepat itu menjadi polemik bukanlah murni karena jeleknya rencana Pemerintah, namun ada berbagai kepentingan yang 'terganggu'.
"Waktu di paripurna, ada yang cerita Jepang marah. Jadi ada faktor itu juga. Padahal, buat saya, proyek ini penting sekali. Karena ini mengembangkan Jakarta Greater Area, lalu nanti Bandung Metropolitan Area. Ini kan berkembang. Di luar negeri, pembangunan yang seperti ini biasa. Lalu kapan kita berkembang?" tukasnya.
"Susah memang karena banyak yang punya kepentingan masing-masing sehingga sulit menerima."
"Selama ini dirasa pembangunan lambat. Sekarang di Pemerintahan Jokowi, lewat APBN 2016, infrastruktur di luar Jawa diintensifkan berlipat ganda. Kemudian Jakarta-Bandung dibangun tak pakai APBN dan tanpa jaminan pemerintah demi kemajuan. Kenapa Presiden mau cepat dihambat? Saya duga banyak yang tak paham soal ini," ungkapnya.
Haripinto juga menilai ketakutan berbagai pihak bahwa ujungnya pemerintah yang akan menanggung biaya proyek itu sebagai berlebihan. Kata Haripinto, pihak investor pasti sudah paham benar bahwa uang yang diinvestasikan pasti kembali dari pengembangan kawasan stasiun yang pasti berkembang cepat, dan dari uang hasil tiket transportasi itu.
"Misalnya, awalnya stasiun berada di daerah perkebunan tak produktif. Dia jadi daerah ekonomi baru. Dikelola BUMN kita dengan saham 60 persen, Investor Tiongkok 40 persen. Jadi mayoritas di kita," jelasnya.
"Dibanding Freeport jelas lebih hebat. Di Freeport mana ada saham kita 60 persen. Padahal cuma keruk-keruk doang dapat emas," tandasnya.