Read and analyze this good article about how uneasy it is to ensure no vehicle enter to Busway lane. It shows also the ones who violate the rule here is NOT ordinary people with their cars or motorbikes, but often those who has power or very to close power holders. Gang Harley Davidson is one very notorious when we speak about how the rich-want-to-look-cool guys ride their bikes.
Mengamankan Jalur Busway
JALUR khusus bus atau yang lebih dikenal dengan sebutan busway merupakan jalur yang secara khusus diperuntukkan bagi bus dengan tujuan dan kecepatan tertentu sehingga terlepas dari gangguan kendaraan lain (steril). Tidak terkecuali jalur busway Jakarta juga harus steril dari gangguan kendaraan lainnya. Pengetahuan umum semacam itulah yang membuat masyarakat marah ketika suatu hari rombongan Wakil Presiden Hamzah Haz (2004) melintas di jalur busway. Kemarahan yang sama ditunjukkan oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.
Meskipun demikian, pelanggaran serupa masih terus terjadi dan dilakukan berbagai pihak, termasuk aparat keamanan yang seharusnya bertanggung jawab untuk menegakkan aturan. Mavel Cahyadi dan Damantoro, anggota Asosiasi Pengguna Angkutan Umum, (2005) mencatat beberapa contoh pelanggaran pada jalur busway.
Pertama, pada hari Rabu (6 April 2005) sekitar pukul 13.40, tepat di depan halte Olimo, melintas sebuah kendaraan TNI dari arah Kota menuju Blok M pada jalur busway. Mobil itu melaju sambil menyalakan lampu hazard, membunyikan sirene dan membunyikan klakson di saat bus transjakarta yang melintas di jalur khususnya, busway. Padahal, Jalan Gajah Mada saat itu tidak dalam keadaan padat sehingga tidak melalui jalur busway pun perjalanan bisa lancar. Lagi pula Jakarta tidak sedang dalam keadaan darurat yang membuat TNI harus segera siaga.
Kedua, Kamis (7 April 2005) sekitar pukul 07.15 di Jalan MH Thamrin melintas mobil dengan pelat dinas kepolisian Nomor 1182-18 dengan hanya satu penumpang, padahal itu adalah kawasan 3 in 1. Pernah juga terjadi barisan mobil pemadam kebakaran bergerak beriringan di jalur busway ke arah Kota lengkap dengan sirene dan klakson saat bus transjakarta di depannya berhenti.
Ketiga, contoh yang lebih gila lagi adalah laporan dari pengguna bus transjakarta seperti dimuat dalam surat pembaca Kompas (4/4 dan 2/5 2005), yang mengeluhkan adanya iring-iringan klub motor gede yang menggunakan jalur busway. Bahkan, iring-iringan motor gede itu tidak mengindahkan lampu pengatur lalu lintas dan pemakai jalan lainnya.
Sudah begitu, tidak ada pula personel polisi yang menghentikan/menindak mereka. Ini suatu hal yang benar-benar sangat mengusik rasa keadilan dan sekaligus ironi. Sebab, pasti yang memiliki motor gede itu adalah berpendidikan menengah ke atas dan biasanya di-back up oleh seseorang yang memiliki jabatan di pemerintahan/militer/polisi.
Beberapa contoh kasus di atas memperlihatkan betapa ironisnya kehidupan di Jakarta, khususnya penghargaannya terhadap pelayanan umum.
Mereka yang mengetahui hukum dan seharusnya memberikan teladan kepada masyarakat untuk taat pada peraturan ternyata justru memberikan contoh yang buruk. Akhirnya, masyarakat pun bingung, kepada siapa mereka harus mengeluhkan permasalahannya bila mereka yang seharusnya mendengarkan keluhan itu justru memberikan contoh pelanggaran?
Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 55 secara eksplisit mengatur bahwa Pada jalur yang diperuntukkan khusus untuk kendaraan umum tertentu dilarang digunakan kendaraan jenis lain kecuali ditentukan lain oleh rambu-rambu dan/atau marka jalan. Perda ini secara khusus memberikan payung hukum bagi keberadaan jalur khusus bus atau busway.
Meskipun perda itu jelas bunyinya dan tentu dipahami oleh polisi serta petugas pemadam kebakaran, kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang di kedua institusi itu masih ada yang melanggar aturan. Rombongan Wakil Presiden Hamzah Haz (saat itu), rombongan TNI, dan rombongan motor gede boleh saja beralasan tidak membaca perdanya. Namun, kalau itu alasannya, apa para sopir angkutan umum yang tidak melanggar perda tersebut sudah baca perdanya juga? Sangat mungkin dengar pun tidak. Tapi, mereka tidak melanggar jalur busway. Artinya, sumber pelanggaran bukan disebabkan oleh ketidaktahuannya, melainkan oleh sikap adigang, adigung, dan adiguna para pelanggar tadi. Mereka merasa kuat, jadi boleh sewenang-wenang melanggar jalur busway meskipun hal itu sangat membahayakan keselamatan pengguna jalur busway.
Kesalahan para pelanggar itu bukan hanya karena mereka telah menggunakan jalur busway untuk kepentingan mereka, tetapi juga membunyikan klakson pada saat bus transjakarta berhenti menaik-turunkan penumpang dengan maksud mempercepat waktu henti bus transjakarta di halte. Selain menyalahi aturan, tindakan ini sangat membahayakan keselamatan banyak penumpang bus yang akan naik dan turun di halte. Bila hal itu terjadi pada saat Orde Baru masih berjaya, mungkin masyarakat akan diam dan mengelus dada saja.
Namun sekarang zaman telah berubah, masyarakat muak melihat sikap orang-orang yang merasa kuat dan berkuasa sehingga dengan seenaknya mengabaikan keselamatan umum. Sikap yang tidak etis itu juga diperlihatkan oleh para barisan pemadam kebakaran yang melintasi jalur busway.
KECENDERUNGAN menggunakan jalur busway oleh kendaraan yang tidak seharusnya melintas di busway, bila tidak segera diatasi, dapat memperburuk citra proyek busway. Awalnya hanya mobil rombongan pejabat negara, pemadam kebakaran, TNI, polisi, atau rombongan motor gede yang melanggar. Tapi, ketika mereka melintas dan dibiarkan, maka tidak tertutup kemungkinan mobil-mobil pribadi akan melakukan hal yang sama. Mereka akan menerobos lewat jalur busway dengan argumen bahwa kendaraan lain juga lewat dan tidak ditangkap. "Apa beda mobil saya dengan mobil-mobil lain yang lewat di jalur busway dan tidak ditangkap itu?" Bila kekhawatiran semacam itu betul-betul terjadi, tamatlah riwayat busway Koridor I yang dinilai sukses itu.
Siapa yang harus bertanggung jawab untuk mengamankan jalur busway agar terbebas dari gangguan kendaraan lain? Logikanya, tugas mengamankan jalur busway itu adalah BP Trans yang selama ini bertanggung jawab mengoperasikan busway. Sebab, tugas pengoperasian itu bukan hanya sebatas memungut tiket saja, tapi termasuk di dalamnya adalah mengusahakan bus transjakarta berjalan secara lancar tanpa ada gangguan. Bahwa dalam pelaksanaan di lapangan BP Trans bekerja sama dengan polisi dan DLLAJ (Dinas Perhubungan) DKI Jakarta adalah hal yang wajar. Tapi, tanggung jawab pengoperasiannya secara penuh jelas ada pada BP Trans. Karena, BP Trans-lah yang ditunjuk untuk mengelola busway.
Mengingat tanggung jawab pengoperasian ada pada BP Trans, maka ketika melihat ada pelanggaran dalam penggunaan jalur busway, BP Trans mestinya cepat bertindak agar kejadian serupa tidak terulang. Apa pun alasannya (termasuk karena hari libur), penggunaan jalur busway untuk melintas kendaraan lain jelas menyalahi aturan dan membahayakan keselamatan penumpang bus transjakarta. Bila melakukan survei di dalam bus transjakarta saja dilarang dengan alasan mengganggu kenyamanan penumpang-meskipun kenyataannya mayoritas penumpang selalu berebut ingin mengisi angket- mengapa yang jelas-jelas membahayakan keselamatan penumpang tidak ditindak? Menindak sendiri jelas bukan kewenangan BP Trans. Tapi dengan otoritasnya, BP Trans dapat meminta bantuan polisi untuk menindak para pelanggar. Celakanya adalah bila salah satu pelanggarnya adalah polisi sendiri dan BP Trans tidak punya keberanian menegur polisi. Akibatnya adalah jalur busway lama-kelamaan akan menjadi jalur yang tidak steril lagi. Bila ini yang terjadi, tamatlah riwayat kesuksesan busway sebagai sistem transportasi yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Akibat lebih jauh adalah usaha membangun 15 koridor busway menjadi gagal.
Darmaningtyas Country Director ITDP di Indonesia