SkyscraperCity Forum banner

TKW thread

7817 Views 65 Replies 23 Participants Last post by  hetfield85
Post all news about TKW here:

Lagi, TKW Diperkosa Majikan di Malaysia
Sabtu, 08 April 2006 | 15:56 WIB

TEMPO Interaktif, Johor:Johor – Seorang tenaga kerja wanita, Eni Ismawati binti Darno, 17 tahun, diperkosa majikannya, Lucky alias Cu. Kini, TKW malang itu dalam perlindungan pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia Johor Bahru. Sementara Lucky, dalam tahanan pihak kepolisian daerah Johor.

"Saya dipekerjakan sebagai pembantu rumah Lucky, tetapi pada waktu tertentu, saya juga dipekerjakan sebagai cleaning service dari rumah ke rumah, dan bahkan di beberapa perkantoran," ujar Eni, saat ditemui Tempo di Konsulat Jenderal RI Johor Bahru tadi pagi.

Anak sulung dari lima bersaudara yang berasal dari Sidorjo, Lampung Selatan itu, bekerja dengan seorang agen perkhidmatan jasa cleaning service di beberapa perkantoran di daerah Johor.

Pemerkosaan terjadi Selasa (21/3) tiga pekan silam, di kediaman Lucky di Pesiaran 45, Johor Bahru. Malam nahas itu, sang majikan menawarkan Eni sekaleng minuman yang sudah dibubuhi pil tidur. Karena menghormati majikan, Eni menerima tawaran itu, kemudian meneguknya. Eni sontak rasa pening, lalu pingsan. Dan terjadilah pemerkosaan itu.

T.H. Salengke
1 - 20 of 66 Posts
wew...
what a thread :D:D
but im sure will be fill wih sad articles :(
what's it stand for?^^
Iya! Sama aja sama TKW, udah lama kok di galakan sama pemerintah, bbrp tahun yang lalu! soalnya TKW kesannya tuh rendah banget! Kalo gue bilang sih samimawon! TKW kek NAKERWAN kek! sama aja!
Berita dibawah diambil dari www.Gatra.com: http://www.gatra.com/artikel.php?id=93835

Pungli Berbalut Rekomendasi

SEBUT saja namanya Nur Ahmad. Ayah satu anak ini seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang baru usai menikmati cuti. Selama ini, Nur bekerja pada sebuah biro perjalanan di Arab Saudi. Tugasnya mengurus kebutuhan kamar hotel, transportasi, dan makanan-minuman bagi para jamaah umrah. Kerjanya mondar-mandir antara Mekkah dan Jeddah.

Dua bulan di rumah dirasa sudah cukup baginya untuk melepas rindu pada anak dan istri tercinta di Purwokerto, Jawa Tengah. Rabu pekan lalu, tiba saatnya bagi pria asal Bandung berumur 30 tahun itu kembali terbang ke Jeddah. Seperti TKI umumnya, menjelang berangkat, Nur harus mengurus segala kelengkapan, seperti tiket pesawat terbang dan surat rekomendasi keberangkatan kembali ke Arab Saudi dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans).

Seperti tahun lalu, sebelum berangkat, ia menghubungi perusahaan jasa pengerah tenaga kerja Indonesia (PJTKI), untuk mengurus rekomendasi keberangkatannya. Tapi ia terkejut saat disodori harga Rp 1,5 juta untuk secarik surat itu. Padahal, tahun lalu ia "hanya" kena Rp 500.000. ''Saya tak habis pikir," katanya kepada Gatra. Tanpa bekal surat itu, maskapai penerbangan tak mau mengeluarkan tiket untuknya. Imigrasi bandara pun pasti menolaknya.

Alumnus Pondok Pesantren Modern Gontor itu merasa terusik. Ia tidak percaya dengan kenaikan tarif tiga kali lipat itu. Maka, Nur pun mengecek tarif "surat sakti" itu di kantor Depnakertrans. Ia disarankan mengurusnya di Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI), Pengawasan Penempatan TKI (P2TKI), di Jalan Penganten Ali Nomor 17, Ciracas, Jakarta Timur.

Halaman dan tempat parkir kantor BP2TKI luas. Bentuk bangunan kantornya lebih menyerupai pendopo, aula terbuka. Memasuki kantor, ia kebingungan. Bagaimana tidak, di situ tak ada papan petunjuk prosedur pengurusan surat rekomendasi. Yang didapatinya orang-orang hilir mudik menenteng map dan para petugas Depnakertrans yang sibuk memberikan "pengabdian" pada TKI.

Nur tak harus lama menunggu. Seorang petugas berambut pendek berperawakan subur berbaju cokelat gelap, mirip baju seragam pegawai Depnakertrans tapi polos tanpa atribut, menghampirinya. "Ada yang bisa kami bantu, Pak?" tanya sang "petugas". Nur mengutarakan maksud kedatangannya. Tanpa basa-basi lagi, "petugas" itu mengeluarkan lembaran formulir dari saku celananya dan mempersilakan Nur mengisinya. Saat itulah si oknum berbisik bahwa biaya pengurusannya ''hanya" Rp 750.000.

Sang petugas merincinya. ''Empat puluh dolar (sekitar Rp 360.000) untuk asuransi," katanya. Lima belas dolar (Rp 135.000) untuk administrasi. ''Lebihnya, ya, untuk uang rokok, Pak," ujarnya. Obrolan pun berlangsung. Dari perbincangan itu, Nur Ahmad tahu bahwa si "petugas berseragam" itu ternyata calo, yang biasa menghubungkan petugas PJTKI dengan pegawai kantor BP2TKI, untuk mengurus surat rekomendasi.

Dari cerita si "oknum berseragam" itu diketahui, memang banyak TKI yang tak mau repot mengurus surat rekomendasi. Mereka memakai jasa PJTKI, dan dipungut biaya Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta. ''Alamak, ini jelas pemalakan namanya,'' kata Nur, jengkel.

Berapa tarif resminya? ''Tak ada biaya mengurus surat rekomendasi keberangkatan bagi TKI yang masih terikat kontrak kerja di luar negeri,'' kata Ade Adam Noch, Direktur Promosi dan Penempatan, Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan TKI, Depnakertrans. Kebijakan ini diterapkan sejak akhir tahun lalu. Ade menjamin, proses pengurusannya bisa dilakukan dengan cepat, dalam beberapa menit. Toh, prakteknya, masih saja terjadi pungutan liar (pungli) berkedok surat rekomendasi.

Karena itu, pihak Depnakertrans kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 615 tentang Pedoman Pelayanan Cuti TKI, 27 Maret lalu. Isinya menegaskan lagi, tak ada biaya pengurusan surat rekomendasi bagi TKI yang cuti. Surat itu pun mengatur biaya untuk TKI yang habis masa kontraknya dan mau memperpanjang kerja di luar negeri. "Besarnya US$ 15. Uang itu masuk ke Departemen Keuangan sebagai pendapatan negara bukan pajak," katanya. Di luar itu, TKI membayar asuransi US$ 40 untuk TKI di Arab Saudi dan Rp 400.000 untuk TKI non-Arab Saudi. "Kalau ada penyimpangan, silakan lapor ke kami, tentu akan kami proses," ia menambahkan.

Dengan status sebagai TKI cuti kerja, seharusnya Nur tak perlu membayar "surat sakti" itu. Tapi, saat mengurus surat pada Senin dua pekan lalu, ia tetap harus membayar US$ 15. Lalu, masuk ke mana duit itu? Nur menerima bukti pembayarannya berupa slip Bank Rakyat Indonesia (BRI), dengan keterangan "biaya administrasi". Di kantor itu tak ada kantor cabang atau kas BRI. Uang US$ 15 itu setara Rp 135.000. Tapi coba Anda kalikan dengan jumlah pemohon surat rekomendasi yang tiap harinya di atas 100 orang.

Sudah begitu, mengurus sendiri surat rekomendasi ternyata tidak bisa cepat. Itulah yang dialami Muryati, TKW asal Malang, Jawa Timur. Ia harus menginap semalam di masjid BP2TKI, menunggu keluarnya surat. Apakah petugas di BP2TKI Ciracas lebih memprioritaskan calo dan petugas PJTKI yang membawa berkas permohonan dalam jumlah besar? ''Kami tidak melayani surat rekomendasi bagi TKI yang mau kembali ke luar negeri," kata Djupri Noor, Kelapa BP2TKI Ciracas. "Kami hanya melayani pemberian surat bebas fiskal bagi TKI," ia menambahkan.

Lho? Menurut Djupri Noor, surat rekomendasi bagi TKI memang pernah diterbitkan BP2TKI. Namun sejak enam bulan lalu dihapuskan. Toh, Djupri mengakui, kantornya masih ketempatan petugas dari Depnakertrans Pusat yang biasa menangani penerbitan surat rekomendasi. Mereka menumpang di salah satu ruangan berukuran 5 x 5 meter.

Turiman, petugas berseragam Depnakertrans yang menempati ruangan itu, menyatakan bahwa ia masih diberi kesempatan oleh Kepala BP2TKI Ciracas menempati ruangan hingga April ini. Sejak 14 Januari lalu, proses pembuatan rekomendasi cuti sudah dialihkan ke Terminal III Bandara Soekarno-Hatta. Tapi, menurut Turiman, masih saja ada TKI yang nyasar ke gedung BP2TKI (ruangan tempat pembuatan rekomendasi cuti) itu. "Kasihankan, daripada harus ke bandara lagi," katanya.

Walhasil, TKI cuti seperti Nur Ahmad kena palak Rp 135.000. Itu setara dengan ongkos taksi dari Ciracas ke Bandara Soekarno-Hatta, tak termasuk karcis tol.

Irwan Andri Atmanto, Astari Yanuarti, Deni Muliya Barus, dan Nordin Hidayat
[Ekonomi, Gatra Edisi 23 Beredar Senin, 17 April 2006]
See less See more
dari www.gatra.com: http://www.gatra.com/artikel.php?id=94019

Pungli TKI
Yudhoyono: Kalau Perlu, Kirim SMS ke Saya


Riyadh, 27 April 2006 09:14
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Raja Abdullah bin Abdul Azis sepakat untuk meningkatkan perlindungan terhadap ratusan ribu TKI yang bekerja di sana untuk mencari nafkah.

"Kami sepakat bekerja sama untuk melindungi dan memberikan hak-hak para pekerja," kata Yudhoyoo di Riyadh, Rabu malam (26/4), ketika mengadakan pertemuan dengan warga Indonesia di KBRI Riyadh.

Pada acara yang dihadiri pula oleh Ibu Ani Yudhoyono, Menakertrans Erman Soeparno, dan Dubes RI untuk Arab Saudi Salim Segaf, Yudhoyono menegaskan baik pemerintah RI maupun Kedubes Arab Saudi di Jakarta harus meningkatkan pelayanan dan perlindungan terhadap sekitar 300.000 TKI di Arab Saudi.

"Pemerintah Arab Saudi diharapkan bisa meningkatkan pelayanan sehingga para TKI memperoleh hak-hak mereka," kata Presiden pada acara yang dihadiri ratuan warga Indonesia di Arab Saudi.

Presiden memanfaatkan acara itu untuk menyampaikan penghargaan kepada para TKI yang rela meninggalkan Tanah Air untuk mencari nafkah di Arab Saudi karena pemerintah belum mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup.

Presiden mengatakan pula, jika para TKI masih terkena pungutan liar maka tindakan jahat itu harus dilaporkan kepada pejabat yang berwenang.

"Kalau perlu kirim SMS ke 9949 kepada saya sehingga bisa ditangani secara cepat," katanya.

Presiden kemudian memberi contoh ketika mengunjungi Malaysia baru-baru ini dia menerima laporan dari Ibu Ani Yudhoyono yang menerima laporan dua wanita asal Medan yang dijadikan PSK padahal awalnya dijanjikan mendapat pekerjaan yang baik.

"Dan saya kemudian memerintah Kapolri untuk menyelesaikan kasus ini dan dua hari kemudian masalah dua wanita Indonesia itu diselesaikan," katanya.

Dengan nada prihatin, Presiden menyatakan, yang dijual adalah WNI sedangkan yang menjual adalah juga WNI yang bekerja sama dengan penjahat-penjahat di Malaysia.

Dalam kesempatan itu, Presiden juga menjelaskan bahwa pemerintah Arab Saudi akan mendorong para pengusahanya untuk meningkatkan investasi di Indonesia dan membeli lebih banyak berbagai jenis barang dari Indonesia. [EL, Ant]
See less See more
Note: mustinya thread ini gue namain TKI bukan TKW.

Dari kompas.com: wah banyak harapan nih dari bapak kita SBY, kita tunggu ajah realisasinya..... Bukannya negatif tapi kita memang butuh tindakan nyata kok lebih dari sekedar rencana.

Selasa, 02 Mei 2006

Benahi Total TKI
Depnakertrans Banyak Dikeluhkan


Wisnu Nugroho

Qatar, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan akan melakukan pembenahan secara total terhadap sistem pelayanan ketenagakerjaan, khususnya untuk para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Pembenahan total itu akan dilakukan mulai dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) yang banyak dikeluhkan para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

"Kita akan melakukan pembenahan total masalah ketenagakerjaan, mulai dari Depnakertransnya," ujar Presiden dalam dialog dengan warga negara Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Qatar, Senin (1/5). Pernyataan itu langsung direspons secara spontan dengan tepuk tangan meriah dari ratusan warga Indonesia di Qatar yang mengikuti dialog.

Sebelumnya, secara berturut-turut di Arab Saudi dan Kuwait, Presiden mendapat keluhan dari para tenaga kerja Indonesia di kedua negara tersebut.

Masalah yang selalu dikeluhkan di tiga negara Timur Tengah yang dikunjungi Presiden itu adalah masalah di Tanah Air, seperti buruknya pelayanan Depnakertrans, tidak memadainya persiapan yang dilakukan pengerah tenaga kerja, serta pungutan liar di kantor Imigrasi dan di bandar udara.

Selain pembenahan Depnakertrans, pemerintah juga akan membenahi pengerah jasa tenaga kerja Indonesia dan melibatkan peran pejabat di daerah. Presiden sadar bahwa di tengah ketidakmampuan negara untuk menyediakan lapangan kerja buat rakyatnya, mempersulit sejumlah rakyat yang akan bekerja dengan meninggalkan Tanah Air adalah tindakan yang kontraproduktif.

"Kita akan memulai era yang baru dengan memberi penghargaan yang tinggi kepada TKI yang telah membantu pemerintah menghasilkan devisa untuk negara. Semua bertanggung jawab dan harus berperan secara benar dengan harapan makin ke depan makin baik. Jangan sampai ada yang lalai. Mari bekerja lebih efisien dan efektif untuk membantu TKI," ujar Presiden.

Presiden mencontohkan, upaya besar pemerintah meningkatkan pelayanan kepada TKI adalah dengan pembenahan total di bidang keimigrasian, dengan melihat semua jenis pungutan dan menghapuskan yang tak perlu. "Yang bersalah kita proses secara hukum dan yang tidak cakap kita ganti," ujarnya.

Sejak di Riyadh, Arab Saudi, sampai Doha, Qatar, Presiden selalu mendapatkan keluhan mengenai kewajiban pengurusan surat rekomendasi untuk para TKI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri, yang justru mempersulit dan menambah rantai pungutan liar dan kemungkinan penyimpangan. Saat ini jumlah TKI yang bekerja di seluruh dunia lebih dari 3,5 juta.

Mendapat keluhan tersebut, Presiden lantas memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, yang mendampingi kunjungannya di Riyadh, untuk mendapatkan penjelasan. Presiden memerintahkan rekomendasi yang memunculkan masalah baru itu dicabut. "Saya sudah memerintahkan agar rekomendasi dicabut," ujarnya.
See less See more
Taiwan, Negeri Impian Para Buruh Migran

Ferry Yahya. [Pembaruan/Elly Burhaini Faizal]

Jarum jam nyaris menunjuk pukul 09.00 waktu setempat. Segerombolan perempuan muda berjalan bergegas menuju Pintu A9 Bandara Internasional Taoyuan, Taipei.

Pesawat China Airlines nomor penerbangan C-677 yang akan membawa mereka ke Jakarta, rencananya lepas landas tepat pukul 09.40 waktu setempat. Ransel dan tas jinjing entah berisi oleh-oleh atau barang-barang bawaan lainnya, tampak menggelayuti punggung serta tangan mereka.

Sembari berbisik, wanita-wanita muda usia 20-an tahun berwajah Melayu itu saling sapa dan bertanya. Beberapa dari mereka terdengar berbicara memakai logat daerah pesisir Jawa Tengah yang sangat kental. Sebagian lainnya berbicara berlogat Sunda. "Aku dipulangin," kata Wahyuningsih (bukan nama sebenarnya) dengan suara lirih. Lalu-lalang pekerja migran asal Indonesia adalah pemandangan yang biasa disaksikan sehari-hari di Bandara Taoyuan (dulu Chiang Kai Sek International Airport, Red).

Dalam keluh-kesahnya kepada Pembaruan di Bandara Taoyuan, Sabtu (11/11), Ningsih mengaku baru sebulan bekerja sebagai perawat orang jompo di Kaohsiung, Taiwan. Apa daya, baru sebulan bekerja, Ningsih, gadis asal Indramayu itu, tiba-tiba dipulangkan oleh majikannya. Nasib baik sebetulnya diharapkan bisa dia peroleh di Taiwan, sebuah "negeri impian" para buruh migran asal Indonesia.

Jika dibandingkan dengan Malaysia atau Arab Saudi, gaji per bulan buruh migran di Taiwan terbilang menggiurkan. "Gaji sebulan kerja di Taiwan bisa dua atau tiga kali lipat lebih besar dibandingkan gaji per bulan kalau kita bekerja di Malaysia, Singapura atau pun Timur Tengah," kata Ningsih.

Inilah mungkin yang menyebabkan jumlah pekerja migran asal Indonesia di Taiwan cenderung meningkat. Data dari Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei di Indonesia menyebutkan, saat puncak musim liburan, puluhan ribu buruh migran asal Indonesia direkrut untuk bekerja di Taiwan. Seiring ditandatanganinya Nota Kesepahaman (MoU/Memorandum of Understanding) tentang Pengiriman Tenaga Kerja pada 17 Desember 2004, jumlah pekerja Indonesia di Taiwan semakin meningkat sangat signifikan.

Hingga bulan Agustus 2006, jumlah visa yang dikeluarkan untuk pekerja migran asal Indonesia mencapai 84.376, jumlah tertinggi untuk wilayah Asia Tenggara. "Inilah bukti bahwa Taiwan menjadi salah satu negara favorit tujuan para pekerja Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri," kata Kepala Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei untuk Indonesia, David Y Lin, saat diwawancarai Pembaruan usai Perayaan Double Tenth, pada 10 Oktober silam.

Menurut catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2004, pada dekade terakhir ini, Indonesia telah menjadi salah satu pengirim pekerja migran "tanpa keahlian", dan saat ini menjadi pengekspor terbesar kedua setelah Filipina. Sekitar 76 persen pekerja migran Indonesia adalah perempuan. Selain Taiwan, lebih dari 90 persen mereka bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, dan Timur Tengah. Dua negara sebagai tujuan utama pekerja migran Indonesia adalah Malaysia (40 persen) dan Arab Saudi (37 persen).

Pemasukan tahunan dari pergantian mata uang asing yang diperoleh dari pekerja migran Indonesia diperkirakan mencapai US$ 2,2 miliar. Sedangkan pengiriman uang dari pekerja migran yang hampir mencapai US$ 2 miliar tiap tahunnya, menjadikan mereka sebagai penyumbang terbesar devisa setelah minyak dan gas.

Ironisnya, banyak pekerja migran tidak terlindungi hak-haknya secara optimal. Kondisi rentan harus dihadapi, seperti penganiayaan, eksploitasi dan perampasan hak-hak. Pemulangan di luar kemauan, yakni keadaan-keadaan yang menyangkut pengakhiran kontrak kerja secara tidak sah atau pengakhiran kontrak kerja yang tiba-tiba dan tidak adil oleh majikan, adalah kondisi buruk yang juga biasa dialami pekerja migran Indonesia, termasuk di Taiwan.

Pengabaian Hak

"Pemulangan adalah hak majikan. Tetapi seringkali tidak ada alasan jelas dan kuat mengapa kami dipulangkan," kata Ningsih. Dicontohkan, Ningsih dipulangkan majikannya di Kaohsiung dengan alasan usianya masih terlampau muda. Ia juga dianggap terlalu kurus untuk sanggup mengurus orang jompo. "Tapi sepertinya semua yang aku lakukan di mata majikan sejak awal sudah serba salah," kata gadis lulusan sebuah SMP di Indramayu itu.

Wajar bila Ningsih berpikir, alasan pemulangannya oleh si majikan mengada-ada. Sebab, selain bertubuh tinggi dan cukup padat berisi, banyak pekerja migran asal Indonesia di Taiwan yang berusia lebih muda ketimbang Ningsih.

Impian indah menangguk gaji hingga NT$ 15.000-an per bulan atau sekitar Rp 4,2 juta pun buyar. Hanya uang gaji satu bulan pertama kerja sebesar NT$ 5.000 (sekitar Rp1,4 juta) saja yang kini terselip di dompetnya. Padahal, tak kurang Rp 15 juta uang tabungan hasil kerjanya selama tiga tahun di Arab Saudi sudah terkuras untuk memproses keberangkatan ke Taiwan.

Awalnya, ia berharap, pengeluaran jutaan rupiah tersebut bisa ditutup apabila nanti memperoleh pendapatan yang lebih besar lagi di Taiwan. Uang sebesar Rp 15 juta itu dipakainya untuk menutup tetek-bengek pembayaran yang dibutuhkan, mulai mengurus visa dan paspor, membeli tiket perjalanan, memperoleh izin kerja di negara tujuan, hingga membayar perusahaan jasa tenaga kerja untuk pelayanan perekrutan (agen).

Namun harapannya kini melayang entah ke mana. "Habis-habisan deh, Mbak," kata Ningsih sembari terkekeh. Untung saja, ia tidak berutang sebagai modalnya bermigrasi ke Taiwan, seperti kebanyakan pekerja migran asal Indonesia yang lain.

Untuk berganti majikan bukan hal gampang, karena Taiwan mensyaratkan seorang pekerja migran untuk pertama-tama kembali ke negara asalnya dulu sebelum diperbolehkan memperpanjang kontrak atau berganti majikan.

Nasib pahit juga dialami Yuyun (bukan nama sebenarnya), yang bekerja merawat sepasang suami istri jompo berusia 80-an tahun di Kaohsiung. Baru dua bulan bekerja, gadis asal Kebumen ini sudah dipulangkan ke Indonesia.

Yuyun nekat ke Taiwan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan yang lebih besar. Sayang, harapan tak seindah impian. Ia sebenarnya telah memiliki pengalaman bertahun-tahun sebagai pekerja rumah tangga, seperti mengurus anak, membersihkan rumah, menyeterika hingga memasak. Namun, jadi buruh migran di Taiwan ternyata punya banyak kebutuhan lain.

Selain harus belajar bahasa dan kondisi-kondisi sosial budaya di sana, mereka juga tidak bisa dibebaskan sendiri memilih jenis pekerjaan, seperti perawat bayi, orang jompo, buruh pabrik ataukah pekerja rumah tangga. Tak jarang, perlakuan sewenang-wenang dari majikan seperti pemukulan dan caci-maki harus dihadapi. Tiada hari istirahat atau libur adalah kondisi yang sehari-hari harus pula dijalani Yuyun.

Bekerja lebih dari 15 jam sehari boleh dibilang situasi yang suka tidak suka harus dijalani Yuyun sebagai perawat sepasang orang jompo. Ia harus siap siaga, baik pagi, siang atau malam. Bagi migran perempuan yang disewa sebagai pekerja rumah tangga, sudah lazim apabila mereka juga dipekerjakan di tempat usaha majikan mereka. Usai mengurus pekerjaan rumah tangga, mereka sering kali disuruh membantu usaha atau bisnis sang majikan.

Harus diakui, selain kisah pahit dan menyedihkan, banyak pula kisah sukses para pekerja migran asal Indonesia di Taiwan. Tisna, pria asal Bandung yang bekerja di sebuah pabrik, sudah lebih enam tahun bekerja di Taiwan. Sesuai aturan di Taiwan, tiap dua tahun Tisna harus pulang dulu ke Indonesia sebelum memperpanjang lagi kontrak kerjanya.

"Saya nanti kembali lagi ke sini," kata Tisna mantap. Seperti rata-rata pekerja migran yang lain, bulan pertama bekerja Tisna hanya memperoleh sekitar NT$ 5.000-an. Tapi, peningkatan gaji terjadi pada bulan-bulan berikutnya mulai dari NT$ 6.000, NT$ 8.000, hingga akhirnya kini ia menerima gaji sedikitnya NT$ 15.000 (sekitar Rp 5 juta-an) tiap bulannya. Dari fakta ini, sulit dibantah mengapa Taiwan tetap saja dianggap "negeri impian kaum pekerja migran".

SMS Center

Bersama-sama Vietnam dan Filipina, Indonesia adalah negara asal pekerja migran terbesar di Taiwan. Ferry Yahya, Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei, mengatakan bahwa dari sekitar 80.000 pekerja asal Indonesia itu, sebagian besar adalah pekerja di sektor informal, seperti pekerja rumah tangga (PRT), perawat bayi dan orang jompo.

Kebanyakan perawat orang jompo juga merangkap pekerjaan dalam urusan-urusan rumah tangga. Ferry mengakui, banyak masalah ketenagakerjaan dihadapi oleh para pekerja migran Indonesia di Taiwan. Untuk membantu penyelesaian masalah tersebut, Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei menyediakan layanan SMS Center melalui internet.

"Seluruh komplain para pekerja kita juga ditembus-kan ke Depnaker di Jakarta," kata Ferry, saat ditemui Pembaruan di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia, di Rui Guang Road, Neihu, Taipei, Senin (6/11). Sejak SMS diaktifkan pada bulan Maret 2006, layanan ini sudah langsung dimanfaatkan oleh para pekerja migran Indonesia untuk mengadukan masalah-masalah mereka.

"Penyelesaiannya tentu diprioritaskan," kata Ferry yang berbicara didampingi oleh Marolop Nainggolan, Kepala Bagian Tata Usaha. Sejumlah masalah yang diprioritaskan ditangani antara lain penganiayaan fisik, pelecehan seksual, serta gaji yang terlampau banyak potongan, termasuk oleh si agen.

"Meski pun sudah ada MoU tentang pengiriman tenaga kerja, ternyata juga masih ada saja pekerja kita yang sampai empat bulan tidak terima gaji," kata Ferry.

Secara umum, pekerja migran asal Indonesia datang ke Taiwan secara legal. Tetapi status mereka menjadi ilegal karena nekat lari dari majikan. "Sedikitnya tercatat ada 3.000 kasus pekerja Indonesia yang lari dari majikan," ujarnya prihatin. Ia berharap perbaikan perekrutan dan iklim kerja di Taiwan bagi pekerja migran, termasuk asal Indonesia, bisa diwujudkan pada masa-masa ke depan. "Kerja sama di bidang ketenagakerjaan, termasuk untuk melindungi hak-hak para pekerja migran asal Indonesia, saya harap bisa terus digalang secara lebih intensif oleh dua belah pihak," kata Ferry.

Pembaruan/ Elly Burhaini Faizal
See less See more
FU***N* Hel*

The victims MAY NOT be a TKW.

New York millionaire couple indicted on federal slavery charges

GARDEN CITY, New York (AP): A millionaire couple accused of keeping two Indonesian women as slaves in their luxurious New York home for years - viciously inflicting abuse for perceived offenses - have been indicted on federal slavery charges.

Varsha Mahender Sabhnani, 35, and her husband, Mahender Murlidhar Sabhnani, 51, who operate a worldwide perfume business out of their home in Long Island, New York, with factories in Singapore and Bahrain, were arrested last week after one of their servants was found wandering outside a doughnut shop.

The indictment, handed up Tuesday night, charges the couple with two counts of forced labor and two counts of harboring illegal residents. The Sabhnanis will be arraigned on the indictment Thursday.

The defendants, who are naturalized U.S. citizens from India, had their passports confiscated when they were arrested.

A magistrate judge in U.S. District Court in Central Islip set bail last week at $3.5 million. Friends and relatives of the couple indicated they would be willing to post bail on their behalf, but as of Wednesday morning, the pair remained in custody.

Authorities uncovered the abuse after one of the women was found by police wandering in Syosset, New York, on May 13, wearing only pants and a towel. The woman is believed to have escaped the Sabhnani home when she brought the trash out the night before.

Assistant U.S. Attorney Demitri Jones has called the allegations "truly a case of modern-day slavery."

The women, prosecutors said, were subjected to beatings, had scalding water thrown on them and were forced to repeatedly climb up stairs and take as many as 30 showers in three hours - all as punishment for perceived misdeeds. In one case, prosecutors said,one of the women was forced to eat 25 hot chili peppers at one time.

One of the women also told authorities she was cut behind her ears with a pocket knife and both were forced to sleep on mats in the kitchen. They were fed so little, they claimed, that they were forced to steal food and hide it from their captors.

Attorneys for the couple said they intend to fight the allegations. Charles A. Ross, who represents Varsha Sabhnani, said the couple traveled extensively and that the two Indonesian women were free to leave whenever they wished.

Identified in court papers as Samirah and Nona, the women arrived legally in the United States on B-1 visas in 2002. The Sabhnanis then confiscated their passports and refused to let them leave their home, authorities said.

The women were promised payments of $200 and $100 a month, but federal prosecutors said they were never given money directly. One of the victims' daughters living in Indonesia was sent $100 a month, prosecutors said.

They have since been cared for by Catholic Charities, according to a spokesman for Immigration and Customs Enforcement.(***)
See less See more
nenek saya punya TKW(orang gaji) baru sahaja melarikan diri tanpa sebab walaupun sudah dibayar gaji!!! mengapa tidak dilaporkan di mesia indonesia? mengapa diam!?

banyak lagi kes sebegini berlaku dan ada juga kes melarikan anak kecil majikan! tetapi sama sekali tidak akan dilaporkan media indonesia!!...mungkin bagi indonesia...semua yang buruk datang dari luar!?:eek:hno:

so, don't make one-side reports....that is so disgusting
I suggest you to report that to your local police and contact the appropriate Indonesian newspaper or Malaysian newspaper or other media. It will be good if you submit an article complete with police reports etc. One of the media should pickup your story, and you are welcome to post it somewhere in this forum. We do not support any sort of crime.
gw juga pernah tuh kayak neneknya oshkosh.. kabur bgitu aja.. tpi di Indo sih.. ehhehehe ;p
police report already been made. but what i wanna say here is, irresponsible medias don't do good for neighboring relations....always potraying other sides negatively.
unfortunately, those kind of story sells.. a sad fact of live *sigh*
Jum'at, 25/05/2007

SEMARANG – Angka kematian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri cukup tinggi. Selama bulan Januari sampai April 2007, tercatat angka kematian TKI di luar negeri telah mencapai 44 orang. Sementara, TKI yang meninggal di kawasan Asia Pasifik sampai dengan april 2007 tercatat 12 orang.

Anggota Komisi IX DPR RI Zuber Safawi mengungkapkan, Jawa Tengah merupakan daerah yang cukup besar dalam menyumbangkan pengiriman TKI ke luar negeri. Dari 3,7 juta TKI tahun 2006 yang lalu, Jawa Tengah menempatkan kurang lebih dari 20 persen. Oleh karena itu, dia meminta PJTKI di daerah memberikan perhatian terhadap nasib para TKI.

"Besarnya angka TKI di Jateng harus diiringi dengan pembekalan yang cukup dari awal pengiriman. Dengan pembekalan yang intensif oleh PJTKI diharapkan bisa menjadi bekal bagi para TKI," ungkapnya di Semarang, Jumat (25/5/2007).

Menurutnya, ada dua bekal yang wajib diberikan PJTKI kepada calon tenaga kerja, yakni pembekalan tentang keselamatan kerja dan pembekalan psikologis tenaga kerja. Sebab 30 persen kematian TKI diakibatkan karena kecelakaan kerja.

"Setidaknya ada semacam pemahaman tentang standart safety tentang ketenagakerjaan untuk meminimalisasi kejadian ini," tambahnya.

Dia berharap, masing-masing PJTKI melakukan tes psikotes untuk mengetahui kelayakan mental para calon TKI yang akan berangkat.

"Sekitar 10 persen kematian akibat bunuh diri atau meninggal akibat lari dari majikan. Sehingga perlu ada kesiapan mental yang baik untuk berangkat menjadi TKI," imbuhnya.

Zuber menambahkan, besarnya jumlah angkatan kerja mencapai 108,13 juta orang pada bulan Februari 2007 ini, sehingga pilihan bekerja di luar negeri menjadi semakin tinggi. Hal ini terkait dengan sulitnya lapangan kerja di dalam negeri.

Oleh karena itu, menurutnya perlu penanganan agar mereka yang keluar dapat dikategorikan menjadi tenaga kerja terdidik yang siap masuk sektor-sektor formal.

http://www.okezone.com/index.php?option=com_content&task=view&id=23018&itemid=2
See less See more
astaga................... duduk di lantai semua pake kertas koran... dasar.....
1 - 20 of 66 Posts
This is an older thread, you may not receive a response, and could be reviving an old thread. Please consider creating a new thread.
Top